
Dalam penanggalan Tionghoa, awal musim gugur dirayakan tanggal 15 bulan 8 penanggalan Tionghoa,
Perayaan datangnya musim gugur ini ada kemiripannya dengan perayaan Thanksgiving Day di Amerika. Jika pada Thanksgiving Day orang memanjatkan syukur karena hasil panen yang melimpah, maka di Mid Autumn Festival, rakyat Tiongkok mensyukuri awal panen sebelum memasuki musim dingin.
Dalam perayaan Tiongciu, kini kita lazim menjumpai kue bulan. Mooncake ini adalah salah satu sajian khas dari China, dan banyak terdapat di mana-mana pada saat Mid Autumn Festival setahun sekali, terkecuali di Jepang, yang katanya tersedia sepanjang tahun, dan dikenal dengan sebutan “Geppei”. Secara umum, mooncake ini berbentuk bundar atau persegi dengan diameter berkisar antara 10 cm, dan ketebalan 4-5 cm. Isi berupa pasta padat dan liat berada dalam kulit tipis sekitar 2-3 mm. Di tengah mooncake itu biasanya berisi kuning telor asin, bisa sebutir, 2 butir, bahkan 4 butir. Ini menjadikan mooncake tergolong makanan berat, kaya dengan rasa, dibandingkan dengan kebanyakan pastry model barat. Isi dari mooncake biasanya manis, sedikit berminyak.
Kuning telor asin di dalamnya menyimbolkan bulan purnama dan uang emas. Ini sesuai dengan budaya Tionghoa, di mana segala jenis perayaan biasa dihubungkan dengan kesejahteraan, kemakmuran, kebahagiaan, panjang umur, atau kesehatan. Pada kulit mooncake biasanya dicetak huruf-huruf Mandarin seperti “longevity”, “harmony”, nama dari toko atau keluarga pembuat, atau gambar bulan purnama, kelinci, dan lainnya.
Mooncake memang akhirnya diadaptasi namanya menjadi PIA, yang berasal dari dialek Hokkian dari ucapan Mandarin’nya “bing” (baca ping). Segala jenis makanan seperti ini lalu dinamakan pia, termasuk bakpia pathok di Jogja, pia Kemuning di Semarang, Pia Cap Bayi, dan sebagainya. Pia-pia di Indonesia ini mengadaptasi dari Suzhou dan Tiociu-sytle mooncake, dengan kulit yang lebih crispy dan flaky dan terlihat lapisan-lapisan yang membentuk kulit pia itu. Awalnya, lapisan-lapisan pia itu memang diberi campuran lemak babi.
Namun seiring tuntutan jaman dan masyarakat, kini ditemukan bahan-bahan pengganti yang bisa menciptakan efek lapis-lapis tadi tanpa menggunakan lemak babi. Sekarang di Indonesia kue pia sudah bebas dari lemak babi, kecuali yang memang khusus diisi daging babi cincang, atau produk-produk turunan babi.
Kini keturunan dari kue bulan, yang walaupun berasal dari luar, sudah menyatu di Indonesia dan memperkaya khasanah budaya Indonesia. Bila sekarang kita menjumpai makanan dengan embel-embel nama PIA, seperti bakpia yang menjadi oleh-oleh “wajib” dari Jogja, atau juga Pia Malang, maka kita tahu bahwa makanan itu berakar dari mooncake, alias ‘tiong jiu atau lidah orang Jawa menyebutnya ‘tong ju pia’.